JARI-JARI CANTIK (cerpen)



        


Sisa-sisa sinar matahari menampakkan warna merah saga di ufuk Barat. Senja mencuat setelah hujan deras mengguyur kota Jakarta. Seorang gadis berambut panjang, menatap seorang laki-laki di hadapannya. Gadis itu tersenyum. Namun, tak ada kerlip di matanya, tak ada kehangatan di dalam senyumnya. Senyumnya terlihat begitu lelah.

“Berhenti tersenyum seperti itu!” Tukas laki-laki bernama Rana itu. Tetapi, gadis dihadapannya masih tersenyum, ia tak menghiraukan perkataan Rana.

“Terus aku harus gimana, Ran?” Tanya Nara, kekasih Rana.

Rana menatap Nara dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. Nara membalasnya dengan senyuman, lalu ia menggandeng tangan Rana. “Ayo pulang.” Ajaknya.

Mereka berdua langsung berjalan meninggalkan tempat dimana langkah mereka terhenti. Senyuman di wajah Nara terus mengembang sepanjang perjalanan. Untuk Nara, berjalan bersama dengan Rana, menikmati senja seperti ini adalah sebuah kebahagiaan kecil tapi pasti.

“Nara.” Panggil Rana.

 Nara menolehkan kepalanya kearah Rana dan menatap kekasihnya penuh binar dimatanya.

 “Aku lelah. Aku kesepian.” Lirih Rana. Nara langsung melepaskan genggaman tangannya, lalu mematung di tempatnya berdiri. Sedangkan Rana terus berjalan meninggalkan Nara.

“Aku merasa terjebak Nara. Aku lelah dengan semuanya.” Rana lalu berhenti dan berbalik menatap Nara yang tiba-tiba terdiam dengan raut wajah berbanding terbalik dengan tadi. Senyuman di wajahnya sudah hilang.

 “Nara?” panggil Rana.

Nara langsung tersenyum lalu berjalan menghampiri Rana. “Ran, seharusnya kamu tidak pernah melewatkanmomen seperti ini, kan?” Ujar Nara.

 “Maksud kamu?’ Tanya Rana. Nara tersenyum, lalu menggandeng kembali tangan Rana. mereka berdua langsung berjalan kembali bersama-sama.

“Momen seperti ini. Momen dimana kamu merasa seperti ini, momen dimana kamu merasa semuanya sulit. Kamu bilang, kamu kesepian saat berjalan bersamaku. Dan aku, sedih mendengarnya.” Ujar Nara lirih. “Bukankah film yang bagus seperti itu? Sama seperti musik-musik yang aku ciptakan. Sesuatu yang mengingatkan kita pada ingatan kita, saat kita menontonnya atau mendengarkannya. Lalu, kita teringat dengan momen-momen itu.” Nara tersenyum.

 Rana menatap Nara dengan tatapan kosongnya, namun terlihat jelas sebenarnya banyak sekali hal-hal yang ingin Rana sampaikan kepada Nara. Nara tersenyum kembali. “Dengan begitu, hatimu akan mengingatnya.” Kata Nara.

“Kamu akan selalu mengingat aku, Ran.” Ujar Nara lirih.


****

Rana terduduk di sebuah ruangan gelap berwarna hijau dengan dua jendela yang dibiarkannya terbuka. Matahari sudah kembali ke tempatnya di kaki langit, mengakhiri harinya yang akan segera berganti dengan keheningan dan sepinya malam.

Sudah hampir lima jam, Rana duduk di depan laptopnya. Tak banyak yang ia lakukan, meskipun deadline naskah untuk proyek film terbarunya tinggal beberapa jam lagi. Rana memalingkan pandangannya kearah kasur besar miliknya.  Nara terduduk diatas kasur dengan earphone di telinganya, lalu tersenyum menatap Rana. Matanya lebih berkilau dari biasanya dan senyumannya selalu menciptakan kehangatan di dalam hati Rana.

“Nara?” Rana bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Nara. Gadis itu tersenyum, lalu berjalan menuju piano yang ada di sudut ruangan kamar Rana.

Nara langsung memainkan pianonya dengan mahir. Dimulai dengan rentetan nada cepat untuk pemanasan, ia memainkan salah satu melodi indah berjudul Requerdos de la Alhambra atau yang lebih dikenal dengan Memories of the Alhambra. Melodi yang selalu Nara mainkan berulang-ulang dan menjadi inspirasinya untuk membuat musik yang indah.  Setelah selesai, Nara menoleh kearah Rana yang sedang menatapnya dan tersenyum. Kemudian Nara memainkan kembali piano milik Ranaa.

 “Ran, dengerin, ya. Ini melodi dari lagu yang aku bikin. Mungkin terdengar sedih, tapi jika kamu tahu makna sebenarnya, kamu akan tersenyum.” Nara tersenyum, lalu tertawa dengan suara khasnya yang playful. Entah menertawakan apa, namun Nara terlihat lebih bahagia.

Rana hanya berdiri tak jauh dari tempat Nara memainkan piano. Sesekali terlihat air mata jatuh dari sudut matanya saat melihat Nara memainkan tuts  pianonya dengan sepenuh hati. Wajahnya yang lugu dan polos tidak pernah luput dari senyuman yang terus-menerus ia tunjukkan hanya kepada Rana.

“Ran, ini judulnya seperti saat ini.” Kata Nara. Jemarinya masih sibuk memainkan melodi-melodi yang indah. Nara sudah seperti seorang ahli. Sesekali matanya terpejam untuk menikmati melodi-melodi yang ia ciptakan dengan sangat mudah.

 “Nara?” Panggil Rana.

Nara menghentikan permainan pianonya, kemudian ia berbalik menatap Rana yang terus menatapnya. Nara tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun.

“Kamu kenapa terus-terusan senyum sih, Nar?” Tanya Rana. Setelah itu Rana mulai menangis. Entah kenapa senyuman di wajah Nara justru membuat hatinya sangat terluka.

Nara menghampiri Rana. Tangannya ia dekatkan pada pipi Rana yang semakin kurus. Jari-jari cantiknya langsung menghapus air mata yang membasahi pipi Rana. “Jangan menangis, Rana.” Suara Nara terdengar manis.

Rana menatap Nara dengan sisa-sisa air mata di wajahnya. Ia meraih tangan Nara, lalu menggenggamnya dengan erat. “Nar, gimana aku gak nangis. Kamu terus-terusan tersenyum, tapi aku gak pernah tahu alasan kamu tersenyum itu apa. Aku merasa bersalah.” Tukas Rana. “Aku gak tahu kapan kamu sedih, aku gak tahu kapan kamu benar-benar merasa bahagia, aku gak tau kapan kamu merasa ingin menangis, karena yang kamu lakukan hanya terus tersenyum dan tersenyum.” Lanjutnya.

Nara tersenyum, kemudian ia mencium punggung tangan Rana yang sedang menggenggam jemarinya. “Ran, aku bahagia sama kamu. Saking bahagianya, aku terus-terusan tersenyum. Meskipun  kamu pernah membuat aku terluka, tidak ada alasan untuk aku menangis. Karena kebahagiaan aku lebih besar daripada luka itu.” Ujar Nara.

“Ran, kamu jangan merasa bersalah. Aku gak pernah mempermasalahkan apapun dalam hubungan kita. Meskipun aku tahu, kamu gak pernah sedikitpun mencintai aku, aku gak akan pernah mempermasalahkannya. Karena aku yakin, suatu saat nanti kamu akan benar-benar mencintai aku. Seperti aku yang selalu mencintai kamu setiap detiknya. Aku akan selalu bersama kamu, Rana. Apapun yang terjadi.” Nara tersenyum.

Rana meneteskan kembali air matanya, kemudian ia menarik tubuh Nara kedalam pelukannya. “Nara, maafkan aku.” Ujar Rana lirih.

“Kamu gak salah, Rana.” Kata Nara. Kemudian ia melepaskan pelukan Rana dan tersenyum.

“Ran, deadline sebentar lagi.” Kata Nara sambil menunjuk jam berwarna putih gading di dekat piano milik Rana. Rana menatap jam tersebut, tinggal dua jam lagi menuju deadline.

Nara langsung mendorong tubuh Ranaa dan menyuruhnya untuk duduk di meja kerjanya. Ia memakaikan earphone pada telinga Rana dan menyalakan lagu miliknya.

“Aku bahagia. Aku mencintaimu. Kamu harus selalu ingat, aku akan selalu ada disisimu.” Kata Nara sambil menunjukkan sebuah foto di meja kerjanya Rana. Rana menatap foto tersebut. Foto kebersamaannya dengan Nara beberapa tahun lalu, tahun-tahun pertama mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

“Ran, aku pergi. Cukup untuk hari ini.” Ujar Nara sambil tersenyum kearah Ranaa. kemudian perlahan Nara pergi menjauh dari Rana.

“Nara, kamu mau kemana?” Tanya Rana. Ia langsung berdiri dan menghampiri Nara. Namun, gadisnya itu terus menjauh darinya. Dadanya terasa sesak dan sakit saat melihat Nara terus tersenyum di kejauhan lalu menghilang bersama kilatan cahaya berwarna putih yang menghampirinya. Dengan sekilas senyum di wajahnya, Nara pergi dengan senyuman penuh kebahagiaan.

 “NARA!” Ranaa terbangun dari tidurnya. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kamarnya. Tidak ada siapapun kecuali dirinya sendiri.

Rana menatap piano yang berada di sudut ruangan kamarnya dan menghampirinya. Ia menatap sebuah foto gadis berambut panjang sedang memainkan jari-jari cantiknya pada  sebuah piano klasik dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Senyuman yang selalu terbayang-bayang oleh Rana. Senyuman yang membuat Rana bahagia, namun merasa bersalah pada waktu bersamaan.

Rana menatap sebuah buku berwarna kuning yang selalu dibawa Nara kemanapun ia pergi. Jari-jari Cantik, begitulah yang tertulis di sampul depannya. Buku yang mulai usang dimakan usia itu adalah buku yang berisikan catatan melodi-melodi dan lagu-lagu yang Nara ciptakan selama ini, sekaligus menjadi inspirasi Rana untuk membuat sebuah film.

Rana membuka halaman demi halaman buku tersebut. Sesekali ia menyeka air matanya yang mulai terjatuh karena mengingat Nara. Bagaimana Nara tersenyum saat menciptakan lagu-lagunya dengan jari-jari cantiknya terlihat jelas di ingatan Rana. Gadis itu tidak pernah melepaskan senyumannya. Tangan Rana berhenti di salah satu halaman yang menarik perhatiannya. Matanya terpaku pada sebuah tulisan yang ia lihat di dalam mimpinya. Sebuah lagu yang selalu mengalun di bangun dan tidurnya. Melodi-melodi indah yang selalu membuatnya candu untuk mendengarkannya. Tulisan yang menarik perhatian Rana adalah lirik dari lagu berjudul seperti saat ini. Lagu yang diciptakan oleh jari-jari cantik Nara, sesaat setelah Nara memberi tahu Rana, bahwa ia sedih mendengar ucapan Rana.

Rana tersenyum simpul sambil memandangi lirik lagu tersebut. Sekilas, ia bisa mengingat bagaimana dulu Nara kehilangan kerlip di matanya dan tersenyum begitu lelah, saat terakhir kali mereka berjalan bersama di ujung senja kala itu.

 “Hatiku akan selalu mengingatmu.” Gumam Rana lirih.


***

Air berjatuhan seperti sebutir berlian yang turun dari atas langit. Menghantam tanah dan dedaunan. Mengalir beriringan di setiap sudut jalan yang Rana lewati. Seluruh tubuhnya basah kuyup karena hujan tiba-tiba menyerang di siang hari yang panas. Hari ini ia akan melaksanakan konferensi pers film yang menjadi debut pertamanya menjadi seorang sutradara. Film yang sudah ia kerjakan selama bertahun-tahun itu akhirnya akan ditayangkan serentak di seluruh Indonesia dalam waktu dekat.

Langkah Rana terhenti di sebuah layar besar yang berada di dekat kantornya. Terdengar sebuah alunan melodi yang indah. Seorang gadis berambut panjang dengan gaun bewarna putih menyanyikan sebuah lagu sambil memainkan piano klasik dengan jari-jari cantiknya. Sebuah senyuman mengembang di wajah Rana yang basah terguyur hujan. Rana menyanyikan lagu tersebut bersamaan dengan video yang diputar dilayar tersebut.

Diujung senja yang memudar
Kita berjalan bersama, bergandengan tangan
Kamu lelah, kamu kesepian saat bersamaku
Itu membuatku bersedih.
Maafkan aku, membuatmu terjebak bersamaku
Aku hanya ingin kau bahagia sepertiku
Kebahagian kecil tapi pasti
Saat-saat bersamamu
Aku ingin hatimu selalu mengingatku
Momen-momen kita bersama, seperti saat ini
Aku bahagia. Aku mencintaimu
Ingatlah aku. Ku kan selalu ada disisimu
Seperti saat ini. Meskipun ku jauh

Rana tersenyum sambil meneteskan air matanya saat video yang diputar itu menampilkan senyum hangat dari wajah gadisnya, Nara.  Kemudian sebuah tulisan muncul di akhir video, Tribute to Nara Alisa. Suara dan jari-jari cantikmu selalu kami ingat. Lagu-lagumu selalu membuat kami tersenyum dan jari-jari cantikmu yang memainkan piano selalu membuat kami tersentuh. Terimakasih pernah hadir diantara kami. Be happy there, goodbye.

Rana merasakan sesak di dadanya kembali. Gadis yang pernah ia abaikan dahulu ternyata adalah gadis yang sangat ia cintai seumur hidupnya. Rana baru menyadari betapa berharganya gadis itu, saat ia kehilangannya. Jari-jari cantiknya yang selalu memberinya kekuatan, inspirasi, kebahagiaan dan rasa tenang, kini sudah tidak ada lagi. Seperti bait di akhir lagunya, Nara pergi jauh. Ke sebuah tempat dimana dia akan selalu tersenyum.







Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana ku Tak Jatuh Cinta

Kebersamaan Yang Tiada Akhir

Jatuh Cinta Sendirian 1 (CERPEN)