Titik-titik Keindahan (CERPEN)

“Aku mencintainya, Ren. Aku mencintainya. Bagaimana bisa aku melupakannya dengan mudah. Dia satu-satunya cinta yang aku kenal sejak kecil. Aku tidak mampu melupakan semua kenangan yang telah kita lalui bersama. Dia yang mampu membuatku jatuh cinta untuk yang pertama kali.” Kata Yasmin histeris.
Sudah seminggu Yasmin menangisi kepergian Gio. Tak ada senyum dan tawa renyah yang terlihat di raut wajahnya. Matanya terus mengeluarkan butiran bening yang membasahi pipi apelnya. Dan sudah seminggu juga, Reno mencoba menguatkan hati Yasmin. Dia tidak bisa melihat sahabatnya terus larut dalam kesedihan. Tetapi usahanya hanyalah sia-sia. Yasmin masih saja terus menangis. Tak ada perubahan pada diri gadis berumur dua puluh tahun itu. Hatinya masih sakit. Hidupnya masih kelam.
“Aku tahu kamu mencintainya, Yasmin. Aku tidak pernah menyuruhmu untuk melupakan Gio. Aku hanya ingin kamu berhenti menangis. Itu saja.” Kata Reno sambil menatap tajam kea rah Yasmin.
“Tapi, Ren…..”
Yasmin terhenti. Dia tak mampu melanjutkan perkataannya. Tubuhnya seketika kaku. Hatinya sangat sakit. Seperti tercabik-cabik harimau liar kelaparan. Untuknya, tidak ada hal yang paling menyakitkan selain sebuah ke-terkejut-an. Kehilangan Gio tanpa aba-aba, misalnya.
Suasana menjadi hening. Yang terdengar hanyalah suara tangis Yasmin dan sepoi angin malam yang menghembus tubuh mereka berdua. Taman di malam ini begitu sepi. Malam ini tak ramai seperti sabtu malam kemarin. Mungkin, hanya ada mereka berdua. Dan… jutaan bintang-bintang indah di langit,
“Kau lihat bintang-bintang itu, Yas.” Reno mengarahkan tangannya ke arah langit. “Ada Polaris, Sirius, juga bintang-bintang lainnya. Dan ada… Gio juga, Yas. Gio ada diantara mereka. Dia sedang memperhatikanmu. Dia tak ingin melihatmu menangis, Yasmin. Kamu terlalu kuat untuk menangis.”
Yasmin memandangi langit bertaburan cahaya bintang itu. Dia memperhatikan satu persatu apa yang ia lihat. Perempuan itu masih menangis. Semakin histeris. Entah apa yang di pikirkan perempuan itu.
“Aku rapuh, Ren. Aku rapuh.aku tidak bisa menjadi kuat seperti kamu. Aku tidak bisa hidup tanpa Gio, Ren.”
“Masih ada aku, Yasmin. Aku sahabatmu. Aku akan selalu ada di sampingmu, percayalah. Berhentilah menangis, Yasmin.” Reno mencoba meyakinkan hati Yasmin.
Yasmin masih tak menghiraukan apa kata Reno. Ia beranjak dari bangku taman berwarna putih pucat yang sudah dia duduki selama dua jam. Kakinya terus melangkah tanpa arah tujuan. Sekarang Yasmin terlihat seperti manusia di persimpangan. Dia tidak tahu kemana dia harus melangkah. Reno hanya dapat melihat Yasmin dari belakang. Melihatnya dengan penuh rasa kasihan.
Laki-laki itu sangat menyayangi Yasmin. Yasmin sudah seperti adiknya. Meskipun mereka tidak lahir dari rahim yang sama. Reno menyayanginya. Dia tidak ingin melihat hidup Yasmin terselimuti kabut seperti ini. Reno akan terus berusaha agar Yasmin dapat tersenyum lagi. Apapun itu caranya.
“YASMIN!!! KAMU TERLALU KUAT UNTUK MENANGIS!” Reno berteriak.
Langkah Yasmin terhenti. Yasmin masih terus menangis. Reno menghampirinya. Dipeluknya tubuh mungil milik perempuan berambut pendek itu. Kali ini Yasmin sedikit tenang. Tapi matanya masih mengeluarkan air.
“Entah kenapa, aku nggak bisa jadi kuat, Ren. Kamu tahu, aku ini seperti senja yang kehilangan jingga. Kehilangan warna dalam rasaku.” Suara yasmin melemah. Lalu ia melepaskan pelukan Reno.
“Tidak selamanya senja harus bersama jingga, Yas. Masih ada warna lain yang dapat memberikan rasa. Merah saga, misalnya. Dan itu, aku. Aku yang akan memberikan warna pada rasamu, Yamin.”
Yasmin terdiam lagi. Dia tertunduk lemas. Hatinya masih terselimuti awan hitam. Mendung. Mata indahnya masih hujan. Kali ini hanya rintik-rintik.
Malam sudah semakin larut. Tapi Yasmin tidak banyak berubah. Sesekali ia menjadi tenang. Namun setelah itu menangis histeris lagi. Yasmin belum mampu mengekspresikan apa yang dia rasakan. Yang dia tahu, dia hanya harus terus menangis. Padahal, air matanya tak mampu membawa Gio untuk dapat bersamanya kembali. Gio akan selamanya tertidur dengan indah. Gio sudah tenang.
*****
Tiga hari telah berlalu. Kali ini Yasmin sudah terlihat lebih tenang. Meskipun sesekali terlihat rintik air kecil di matanya. Hatinya masih rapuh. Masih belum bisa menerima takdir yang telah di gariskan Tuhan.

Yas, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau sudah lebih baik dari sebelumnya? Hari ini begitu cerah ya, Yas. Aku harap hatimu secerah langit biru diatas. Yasmin, nanti malam aku akan ke rumahmu. Aku ingin mengajakmu melihat bintang. Semoga saja ada kunang-kunang, kesukaanmu. Sampai ketemu nanti malam, Yasmin pipi apel.

From   : Reno Danang Sudiro
Yasmin mendapatkan SMS dari Reno. Terlihat pelangi terbalik di wajah gadis itu. Yasmin terlihat lebih baik. Dia sudah mampu tersenyum. Meskipun terlihat butiran-butiran kecil jatuh dari matanya.
*****
Malam pun sudah tiba. Reno telah menunggu Yasmin di depan pintu rumahnya. Malam ini Yasmin terlihat sedikit ceria. Tapi mata indahnya masih sembab. Sesekali dia menampakkan raut wajah sedihnya. Dia masih teringat Gio dan kenangan-kenangan indah bersamanya.
“Malam ini kamu terlihat cantik dan lebih baik, Yasmin”
Yasmin tersenyum simpul. Lalu menangis lagi seperti tiga hari yang lalu. Ingatannya berputar dan kembali ketiga hari yang lalu. Di tempat inilah Yasmin mengingat semua hal tentang Gio. Menangis sejadi-jadinya karena terus mengingatnya. Yasmin belum mampu menerima semua keadaan yang ada. Yasmin belum mampu untuk kehilangan.
“Kenapa kamu masih menangis, Yasmin?”
Yasmin hanya menggelengkan kepalanya. Lalu terduduk lemas di bangku putih pucat di taman itu. Pikirannya tak menentu. Dia tidak tahu apa yang dia pikirkan. Pikiran dan hatinya masih sama. Masih seperti beberapa hari yang lalu. Padahal, kemarin dia sudah sedikit tenang. Dia sudah mau melupakan semua yang terjadi pada dirinya. Tapi, entah kenapa malam ini Yasmin menjelma menjadi Yasmin yang pernah Reno temui beberapa hari yang lalu.
“Kamu suka kunang-kunang kan, Yasmin? Kamu lihat itu. Mereka akan menghampirimu, Yasmin.”
Hibur Reno. Yasmin menoleh ke arah lampu penerangan di ujung taman itu. Dia melihatnya. Kunang-kunang yang begitu indah, kesukaannya. Mereka akan menghampiri Yasmin. Sepertinya mereka tahu Yasmin sedang bersedih. Seakan mereka ingin memperbaiki hati Yasmin yang sedang rapuh.
Yasmin sangat menyukai kunang-kunang. Biasanya, setelah melihat kunang-kunang dia akan tersenyum puas. Katanya, kunang-kunang adalah cahaya-cahaya kecil yang selalu hadir ketika kegelapan menghampirinya. Kunang-kunang adalah hal terindah setelah bintang, untuknya. Tapi sekarang berbeda. Tak ada senyum di wajahnya. Dia masih sama. Menangis.
“Jangan menangis terus, nanti air matamu habis dan kau tak akan melihat kunang-kunang lagi. Kau lihat? Di bawah lampu penerangan itu titik-titik keindahan akan segera menghampirimu, Yasmin. Kau tak boleh bersedih. Kau tak mau kan, melihat kunang-kunang itu kehilangan cahaya-nya hanya gara-gara kau menangis terus. Ini waktunya untukmu menikmati hari tanpa air mata, Yas. Berhentilah menangis, Yasmin. Kau harus melihat pelangi. Kau tak ingin kan hidupmu banjir seperti Jakarta hanya gara-gara hujan deras di matamu. Ingat, kau terlalu kuat untuk menangis, Yasmin.” Kata Reno berusaha meyakinkan Yasmin untuk ke sekian kalinya.
“Aku rindu tawa renyahmu, Yas. Aku rindu senyum manismu. Aku rindu wajah cantikmu, tanpa air mata. Aku rindu pipimu yang memerah, seperti apel. Aku rindu semua yang telah hilang dari dirimu, Yasmin. Berhentilah menangis, Yas.”
Sekarang, Yasmin mulai menghapus air matanya. Dia mulai mencoba meyakinkan hatinya untuk menjadi lebih kuat. Titik-titik keindahan telah menghampirinya. Titik-titik itu telah di depan matanya. Kini Yasmin sadar, semua air matanya hanyalah sia-sia. Semuanya percuma. Air matanya tak bisa mengembalikan Gio untuk terus berada di sampingnya. Dia akan selamanya tertidur. Hidup ini adalah film tanpa scenario. Sang sutradara sudah mengatur semua yang akan terjadi di dunia ini. Termasuk kematian. Tak ada yang tau kapan kematian datang.
Kini, Yasmin dapat tersenyum dengan puas. Sama seperti beberapa bulan yang lalu saat Gio masih berada di sampingnya. Pelangi terbalik itu kini menghiasi setiap detik hidup Yasmin. Sangat manis.
“Nama aku Yasmin. Aku terlalu kuat untuk menangis.”


Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana ku Tak Jatuh Cinta

PROTES KERAS TERHADAP PENIPUAN YANG MENYALAHGUNAKAN KARTU IDENTITAS SAYA

Kebersamaan Yang Tiada Akhir