Tentang Pertemuan Terakhir Kita

Garut, 1 November 2016 
23:42

Kau tau apa yang aku pikirkan saat hujan turun dipelataran kampus? Aku memikirkanmu, selalu. Aku memikirkan sikapmu yang tiba-tiba berubah dalam hitungan minggu sejak pertengkaran kita waktu itu. Kau bilang, kau tak ingin kehilanganku. Kau bilang, kau tak suka dengan sikapku yang membiarkanmu, tak menyapamu sama sekali. Kau bilang, kau ingin kesempatan. Tapi nyatanya, semua ucapanmu hanya bualan belaka. Kau tak bisa menjaga kepercayaanku lagi.

Kau tau kenapa aku menangis? Bukan karena hal-hal yang pernah kita lalui bersama. Aku menangis, karena aku sadar, aku begitu bodoh telah memberimu kesempatan. Dan aku terlalu bodoh telah menghabiskan waktu hampir setahun lamanya hanya untuk bersama denganmu, lelaki yang memiliki perasaan kesemua arah. Lelaki yang tak pernah puas dengan apa yang telah dimiliki.

Bersama hujan yang turun menyapa bumi, aku menangis tak henti. Mataku sembap, dadaku sesak dan kau berusaha menenangkanku. Kau memenangkan duniaku (lagi) saat itu. Sekuat tenaga kau berusaha membuatku untuk berhenti menangis. Tapi tetap saja aku tak ingin berhenti menangis. Aku hanya ingin meluapkan semua kesal, resah, sakit hati, dan rasa kecewaku dalam satu waktu. Dan aku berhasil. Setelah hari itu aku tak pernah menangisimu lagi.

Kau berkata panjang lebar tentang arah kisah kita. Kau ingin menjauh dariku demi kebaikan bersama. Aku terima. Kau bilang jika kita berjodoh, kita pasti akan dipertemukan dalam keadaan yang baik. Tapi apa kau tau apa yang aku pikirkan saat itu? Aku tak ingin meminta pada Tuhan untuk berjodoh denganmu lagi. Aku tak ingin terus tersakiti. Menghabiskan air mataku hanya untuk lelaki tak jelas sepertimu. Aku hanya meminta pada Tuhan agar menjatuh cintakan dirimu sejatuh-jatuhnya hanya kepadaku. Dan saat itu terjadi, aku akan pergi bersama dia yang sejak lama kunantikan. Aku tak akan memikirkanmu dan akan terbiasa saat mendengar namamu lagi. Nama yang perlahan akan menjadi asing di telingaku.

Setelah pertemuan terakhir kita, kukira ini adalah yang terbaik. Jika menjauh adalah cara yang terbaik menurutmu, lakukanlah. Berjalanlah sejauh mungkin dari aku yang pernah menjadi rumah tempatmu singgah. Biar kupendam segala yang aku ingin, bersama dengan mimpi-mimpi yang tidak akan pernah tercapai. Kau tau, bersamamu sudah menjadi bagian hidupku. Tidak usah memikirkan apapun. Pada nyatanya, kita tidak akan pernah satu tujuan. Teruslah berjalan, biarlah kubuang segala kenangan. Hingga nanti kau akan menyadari, aku bukanlah aku yang pernah kau temui dibulan November setahun yang lalu.

Selamat berbahagia dengan hati yang telah kau pautkan. Aku juga bahagia disini, bersama dia yang kutemui setahun lalu dibulan desember.


Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana ku Tak Jatuh Cinta

Kebersamaan Yang Tiada Akhir

Seandainya Kamu